Minggu, 29 Juli 2012

SEDIMENTOLOGI DAN STRATIGRAFI


1. PENGERTIAN SEDIMENTOLOGI
      adalah Ilmu yang mempelajari mengenai tentang proses-proses pembentukan, transportasi dan pengendapan material yang terakumulasi sebagai sedimen di dalam lingkungan kontinen dan laut hingga membentuk batuan sedimen.
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air , angin , es , atau gletser  di suatu cekungan. Sedangkan batuan sedimen adalah suatu batuan yang terbentuk dari hasil proses sedimentasi, baik secara mekanik maupun secara kimia dan organik.

a. Secara mekanik
Terbentuk dari akumulasi mineral-mineral dan fragmen-fragmen batuan. Faktor-faktor yang penting antara lain :
· Sumber material batuan sedimen :
Sifat dan komposisi batuan sedimen sangat dipengaruhi oleh material-material asalnya. Komposisi mineral-mineral batuan sedimen dapat menentukan waktu dan jarak transportasi, tergantung dari prosentasi mineral-mineral stabil dan nonstabil.
· Lingkungan pengandapan :
Secara umum lingkungan pengendapan dibedakan dalam tiga bagian yaitu: Lingkungan Pengendapan Darat, Transisi dan Laut. Ketiga lingkungan pengendapan ini, dimana batuan yang dibedakannya masing-masing mempunyai sifat dan ciri-ciri tertentu.
· Pengangkutan (transportasi) :
Media transportasi dapat berupa air, angin maupun es, namun yang memiliki peranan yang paling besar dalam sedimentasi adalah media air. Selama transportasi berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik material-material sedimen seperti ukuran bentuk dan roundness. Dengan adanya pemilahan dan pengikisan terhadap butir-butir sedimen akan memberi berbagai macam bentuk dan sifat terhadap batuam sedimen.
· Pengendapan :
Pengendapan terjadi bilamana arus/gaya mulai menurun hingga berada di bawah titik daya angkutnya. Ini biasa terjadi pada cekungan-cekungan, laut, muara sungai, dll.
· Kompaksi :
Kompaksi terjadi karena adanya gaya berat/grafitasi dari material-material sedimen sendiri, sehingga volume menjadi berkurang dan cairan yang mengisi pori-pori akan bermigrasi ke atas.
· Lithifikasi dan Sementasi :
Bila kompaksi meningkat terus menerus akan terjadi pengerasan terhadap material-material sedimen. Sehingga meningkat ke proses pembatuan (lithifikasi), yang disertai dengan sementasi dimana material-material semen terikat oleh unsur-unsur/mineral yang mengisi pori-pori antara butir sedimen.
· Replacement dan Rekristalisasi :
Proses replacement adalah proses penggantian mineral oleh pelarutan-pelarutan kimia hingga terjadi mineral baru. Rekristalisasi adalah perubahan atau pengkristalan kembali mineral-mineral dalam batuan sedimen, akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang relatif rendah.
· Diagenesis :
Diagenesis adalah perubahan yang terjadi setelah pengendapan berlangsung, baik tekstur maupun komposisi mineral sedimen yang disebabkan oleh kimia dan fisika.

b. Secara Kimia dan Organik
Terbentuk oleh proses-proses kimia dan kegiatan organisme atau akumulasi dari sisa skeleton organisme. Sedimen kimia dan organik dapat terjadi pada kondisi darat, transisi, dan lautan, seperti halnya dengan sedimen mekanik.
Masing-masing lingkungan sedimen dicirikan oleh paket tertentu fisik, kimia, dan biologis parameter yang beroperasi untuk menghasilkan tubuh tertentu sedimemen dicirikan oleh tekstur, struktur, dan komposisi properti. Kita mengacu kepada badan-badan khusus seperti endapan dari batuan sedimen sebagai bentuk. Istilah bentuk mengacu pada unit stratigrafik dibedakan oleh lithologic, struktural, dan karakteristik organik terdeteksi di lapangan. Sebuah bentuk sedimen dengan demikian unit batu itu, karena deposisi dalam lingkungan tertentu, memiliki pengaturan karakteristik properti. Lithofacies dibedakan oleh ciri-ciri fisik seperti warna, lithology, tekstur, dan struktur sedimen. Biogfacies didefinisikan pada karakteristik palentologic dasar. Inti penekanan adalah bahwa lingkungan depositional menghasilkan bentuk sedimen. Karakteristik properti dari bentuk sedimen yang pada gilirannya merupakan refleksi dari kondisi lingkungan deposional.
Stratigrafi adalah studi batuan untuk menentukan urutan dan waktu kejadian dalam sejarah bumi. Dua subjek yang dapat dibahas untuk membentuk rangkaian kesatuan skala pengamatan dan interpretasi. Studi proses dan produk sedimen memperkenankan kita menginterpretasi dinamika lingkungan pengendapan. Rekaman-rekaman proses ini di dalam batuan sedimen memperkenankan kita menginterpretasikan batuan ke dalam lingkungan tertentu. Untuk menentukan perubahan lateral dan temporer di dalam lingkungan masa lampau ini, diperlukan kerangka kerja kronologi.
Ilmu bumi secara tradisional telah dibagi kedalam sub-disiplin ilmu yang terfokus pada aspek-aspek geologi seperti paleontologi, geofisika, mineralogi, petrologi, geokimia, dan sebagainya. Di dalam tiap sub-disiplin ilmu ini, ilmu pengetahuan telah dikembangkan sebagai teknik analitik baru yang telah diaplikasikan dan dikembangkannya teori-teori inovatif. Diwaktu yang sama karena kemajuan-kemajuan di lapangan, maka diperkenalkannya integrasi kombinasi ide-ide dan keahlian dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda-beda. Geologi adalah ilmu multidisiplin yang sangat baik dipahami jika aspek-aspek berbeda terlihat berhubungan antara satu dengan lainnya. Sedimentologi perhatiannya tertuju pada pembentukan batuan sedimen. Kemudian batuan sedimen dibahas hubungan waktu dan ruangnya dalam rangkaian stratigrafi di dalam cekungan-cekungan sedimen. Tektonik lempeng, petrologi dan paleontologi adalah topik tambahan.
Metode-metode yang digunakan oleh sedimentologists untuk mengumpulkan data dan bukti pada sifat dan kondisi depositional batuan sedimen meliputi;
Mengukur dan menggambarkan singkapan dan distribusi unit batu;
Menggambarkan formasi batuan, proses formal mendokumentasikan ketebalan, lithology, singkapan, distribusi, hubungan kontak formasi lain
Pemetaan distribusi unit batu, atau unit
Deskripsi batuan inti (dibor dan diambil dari sumur eksplorasi selama hidrokarbon)
Sequence stratigraphy
Menjelaskan perkembangan unit batu dalam baskom
Menggambarkan lithology dari batu;
Petrologi dan petrography; khususnya pengukuran tekstur, ukuran butir, bentuk butiran (kebulatan, pembulatan, dll), pemilahan dan komposisi sedimen
Menganalisis geokimia dari batu
Geokimia isotop, termasuk penggunaan penanggalan radiometrik, untuk menentukan usia batu, dan kemiripan dengan daerah sumber.

Lingkungan Sedimen dan Fasies
Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh proses fisika dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu pada waktu itu. Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat mencirikan proses-proses ini. Sebagai contoh, lingkungan fluvial (sungai) termasuk saluran (channel) yang membawa dan mengendapkan material pasiran atau kerikilan di atas bar di dalam channel (Gambar 1.4). Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati daerah limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk lapis-lapis tipis. Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain. Dalam satu rangkaian batuan sedimen (Gambar 1.5) channel dapat diwakili oleh lensa batupasir atau konglomerat yang menunjukkan struktur internal yang terbentuk oleh pengendapan pada bar channel. Setting floodplain akan diwakili oleh lapisan tipis batulumpur dan batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain berupa pembentukan tanah. Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan, istilah fasies sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang berciri khusus yang mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell 1996). Mendeskripsi fasies suatu sedimen melibatkan dokumentasi semua karakteristik litologi, tekstur, struktur sedimen dan kandungan fosil yang dapat membantu dalam menentukan proses pembentukan. Jika cukup tersedia informasi fasies, suatu interpretasi lingkungan pengendapan dapat dibuat. Lensa batupasir mungkin menunjukkan channel sungai jika endapan floodplain ditemukan berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun, channel yang terisi dengan pasir terdapat juga di dalam setting lain, termasuk delta, lingkungan tidal dan lantai laut dalam. Pengenalan channel yang terbentuk bukanlah dasar yang cukup untuk menentukan lingkungan pengendapan. Fasies pengendapan batuan sedimen dapat digunakan untuk menentukan kondisi lingkungan ketika sedimen terakumulasi.


Gambar 1.4 Suatu lingkungan sedimen modern: channel sungai pasiran dan floodplain bervegetasi (dekat Morondava, di bagian barat Madagascar).
Lingkungan Sedimen Modern dan Tua
Kombinasi proses fisika, kimia dan biologi yang bekerja dalam setiap tempat dan setiap waktu adalah hal unik, produk proses-proses ini jenisnya tak terhingga. Dari sudut pandang ilmu pengetahuan objektif, proses yang menentukan pembentukan batuan sedimen harus diteliti berurutan untuk menentukan proses fisika yang terdapat di dalam lingkungan, sifat kimiawi air, dan sebagainya. Untuk tujuan pelatihan kita dapat mempertimbangkan sejumlah lingkungan prinsip yang memiliki karakterisitk yang dapat dikenali. Kategori-kategori lingkungan ini terdiri dari anggota-anggota terakhir dan berada di sepanjang spektrum setting pengendapan. Kemungkinan keberagaman dari karakter ‘tipikal’ lingkungan tertentu tidak ada habisnya dan juga mungkin ada situasi peralihan atau menengah (intermediate) di antara dua setting. Bahaya kesalahan interpretasi (pigeon-holing) harus selalu dijaga dalam pikiran kita: suatu rangkaian batupasir tipis dan lapisan batulumpur mungkin memiliki karakter umum pengendapan dalam setting laut dalam tapi kehadiran rekahan-rekahan (dessication crack) dalam batulumpur akan menjadi bukti jelas bahwa singkapan tersebut adalah singkapan darat (subaerial), tidak konsekuen dengan pembentukan di dalam air dalam.
Cara untuk membahas lingkungan pengendapan adalah memulainya dari daerah pegunungan dimana pelapukan dan erosi menghasilkan detritus klastik, dan turun hingga dasar laut dalam. Karakter lingkungan kontinen, pantai (coastal) dan laut dangkal diantaranya dipengaruhi oleh suplai detritus klastik, curah hujan, temperatur, produktivitas biogenik, topografi di darat dan batimetri di laut. Beberapa proses mungkin sangat umum dalam banyak lingkungan yang berbeda: pengendapan dari suspensi material berbutir halus membentuk lapis lumpur yang mungkin terdapat di atas floodplain, di dalam danau, laguna, teluk tersembunyi (sheltered bays), setting paparan bagian luar dan laut terdalam. Proses-proses yang unik untuk setting tertentu: aliran bolak-balik (reversal) reguler berkaitan dengan aksi tidal adalah ciri unik lingkungan laut dangkal dan pantai. Secara umum, kombinasi proses-proses dapat merupakan karakter tiap-tiap setting pengendapan.
Asosiasi proses-proses pengendapan dapat merupakan karakteristik lingkungan pengendapan yang berbeda dan memperkenankan kita mengenali sejumlah kategori lingkungan utama.


Gambar 1.5 Batuan sedimen yang diinterpretasikan sebagai endapan channel sungai (lensa batupasir di bawah kaki) yang tergerus hingga batulumpur yang diendapkan di
Dengan dikemukannya doktrin uniformitarisme pada akhir abad ke 19 berdampak besar sekali pada perkembangan ilmu sedimentologi ini. Hal ini terlihat jelas pada tulisan beberapa penulis, seperti Sorby (1853) dan Lyell (1865) yang mengemukakan interpretasi modern tentang struktur dan tekstur dari batuan sedimen. Sampai pertengahaan abad ke 20, sedimentologi lebih dikenal hanya sebatas pada studi di bawah mikroskop, terutama untuk fosil. Dalam perioda itu mineral berat dan penghitungan secara petrografis (point counting) berkembang dengan pesat. Secara serentak, para ahli stratigrafi menemukan fosil-fosil kunci penunjuk umur batuan.
Para ahli geologi struktur mempunyai andil besar mendorong pengembangan ilmu sedimentologi. Mereka menemui kesulitan dalam menentukan bagian atas dan bagian bawah suatu lapisan yang sudah terlipat kuat sampai terjadi pembalikan lapisan. Beberapa struktur sedimen seperti retakan (desiccation crack), silang siur dan perlapisan bersusun, sangat edial untuk memecahkan persoalan ini (Shrock, 1948). Pada 1950an sampai awal 1960an berkembang konsep tentang arus turbit. Sementara itu ahli petrografi masih sibuk menghitung zirkon dan ahli stratigrafi sibuk pula mengumpulkan fosil sebanyak-banyaknya, ahli struktur geologi sudah mulai bertanya berapa tebal runtunan endapan turbit ini di geosinklin. Pertanyaan ini menyibukan geologiawan untuk mengetahui hasil endapan turbit pada setiap jenis.
Pendorong lain terhadap perkembangan sedimentologi datang dari perusahaan minyak, dimana mereka mulai mencari jebakan stratigrafi. Pelopornya adalah American Petroleum Institute dengan Project 51-nya, yang mempelajari secara multi disiplin dari sedimen moderen di Teluk Meksiko. Kemudian kegiatan seperti ini diikuti oleh perusahaan lain, universitas dan institusi oseanografi. Sehingga pada akhir 1960an sedimentologi sudah kokoh menjadi suatu cabang ilmu pengetahuan sendiri.
Pada 1970an penelitian sedimentologi mulai beralih dari makroskopis dan fisik ke arah mikroskopis dan kimia. Dengan perkembangan teknik analisa dan penggunaan katadoluminisen dan mikroskop elektron memungkinkan para ahli sedimentologi mengetahui lebih baik tentang geokimia. Perkembangan yang pesat ini memacu kita untuk mengetahui hubungan antara diagenesa, pori-pori dan pengaruhnya terhadap evolusi porositas dengan kelulusan batupasir dan batugamping.
Saat ini berkembang perbedaan antara makrosedimentologi dan mikrosedimentologi. Makrosedimentologi berkisar studi fasies sedimen sampai ke struktur sedimen. Di lain fihak, mikrosedimentologi meliputi studi batuan sedimen di bawah mikroskop atau lebih dikenal dengan petrografi.

 SEJARAH SEDIMENTOLOGI

Pemelajaran sedimen sebagai disiplin tersendiri, terpisah dari stratigrafi, dimulai dengan terbitnya surat terbuka Henry Clifton Sorby (1879) kepada Presiden Geological Society of London yang berjudul “On the structure and origin of limestones.”
Sorby memperkenalkan studi sayatan tipis sebagai salah satu teknik penelitian batuan sedimen. Teknik itu kemudian digunakan sebagai salah satu teknik paling mendasar dalam penelitian petrologi, baik penelitian petrologi batuan sedimen, maupun penelitian petrologi batuan beku dan batuan metamorf.
Studi sayatan tipis kemudian lebih banyak dikembangkan oleh para ahli petrologi batuan beku, khususnya para ahli petrologi Jerman seperti Rosenbusch dan Zirkel.
Sebaliknya, teknik itu justru agak diabaikan oleh para ahli yang menggeluti batuan sedimen. Hal itu mungkin terjadi karena generasi ahli sedimen saat itu lebih terdidik sebagai ahli stratigrafi, bukan ahli petrologi sedimen atau ahli sedimentologi. Namun, masih ada beberapa orang yang dapat dipandang sebagai pengecualian, misalnya Lucien Cayeux dari Perancis. Studi sayatan tipis batuan sedimen, yang pernah ditinggalkan, kini ini kembali mendapat perhatian yang cukup serius dari kalangan
Pada akhir abad 19 serta awal abad 20, para ahli petrologi sedimen lebih banyak menujukan perhatian pada pemelajaran mineralogi sedimen, khususnya mineral berat (BJ > 2,85).
Studi mineral berat umumnya dilakukan oleh para ahli Eropa. Hasil penelitian Illing (1916), yang menunjukkan bahwa endapan sedimen dalam cekungan tertentu cenderung mengandung kumpulan mineral berat tertentu, telah mendorong munculnya apa yang disebut sebagai “korelasi mineral berat” (“heavy-mineral correlation”). Kegunaan mineral berat sebagai “alat” korelasi dan penerapannya dalam korelasi bawah permukaan dalam kegiatan eksplorasi migas telah menambah daya tariknya.
Puncak fasa perkembangan studi mineral berat ditandai dengan terbitnya Principles of Sedimentary Petrography karya Milner (1922). Buku itu pernah dijadikan rujukan oleh para ahli yang ingin mempelajari mineral detritus dalam pasir.
Makin lama pemelajaran mineral berat makin kurang diminati para ahli sedimen. Hal itu terjadi karena:
(1)timbulnya keraguan akan kesahihan korelasi yang didasarkan pada kehadiran mineral berat seperti yang diajukan oleh Sidowski dan Weyl;
(2)adanya perkembangan baru, yakni pemakaian mikrofosil dan well logs sebagai alat korelasi bawah permukaan. Agaknya sebab kedua itulah yang “mengakhiri” era studi mineral berat.
Pada 1919, thesis master C. K. Wentworth yang berjudul A Field and Laboratory Study of Cobble Abrasion diterbitkan dalam Journal of Geology.
Wentworth, yang pada waktu itu merupakan mahasiswa pasca sarjana pada University of Iowa, mengembangkan satu rancangan baru untuk meneliti material sedimen. Dia juga mampu mendefinisikan kebundaran sebagai suatu sifat fisik partikel sedimen yang dapat diukur.
Kuantifikasi sifat itu mampu menggantikan penilaian subjektif yang sebelum-nya digunakan oleh para ahli sedimentologi dalam menentukan kebundaran.
Lebih jauh lagi, kuantifikasi memicu munculnya data kuantitatif serta memungkinkan dilakukannya studi laboratorium terhadap proses sedimentasi, misalnya abrasi kerakal.
Dengan demikian, Wentworth membawa sedimentologi untuk memasuki era pengukuran dan percobaan terkontrol.
Lahirnya geokimia sebagai cabang ilmu geologi baru menyebabkan munculnya metoda dan data observasi baru mengenai berbagai hal yang banyak menarik perhatian para ahli sedimentologi.
Sebagian besar penelitian geokimia pada mulanya diarahkan pada penelitian kuantitatif untuk mengetahui penyebaran unsur-unsur kimia di alam, termasuk penyebarannya dalam batuan sedimen. Lambat laun data tersebut menuntun para ahli untuk memahami apa yang disebut sebagai siklus geokimia (geochemical cycle) serta penemuan hukum-hukum yang mengontrol penyebaran unsur dan proses-proses yang menyebabkan timbulnya pola penyebaran unsur seperti itu.
Baru-baru ini, kimia nuklir (nuclear chemistry) menyumbangkan sebuah “jam” dan “termometer” yang pada gilirannya membuka era penelitian baru terhadap sedimen.
Unsur-unsur radioaktif, khususnya 14C dan 40K, memungkinkan dilakukannya metoda penanggalan langsung terhadap batuan sedimen tertentu.
Metoda 14C, yang dikembangkan oleh Libby, dapat diterapkan pada endapan resen. Metoda 40K/40Ar terbukti dapat diterapkan pada glaukonit, felspar autigen, mineral lempung, dan silvit yang ditemukan dalam endapan tua. Analisis isotop dapat digunakan untuk menentukan temperatur purba. Metoda Urey—berdasar-kan nisbah 16O/18O yang merupakan fungsi dari temperatur—dapat dipakai untuk menaksir temperatur pembentukan cangkang fosil yang ada dalam endapan bahari.
Berbagai kajian teoritis dan eksperimental tentang stabilitas mineral pada berbagai kondisi oksidasi-reduksi (Eh) dan pH dilakukan oleh Garrels dan beberapa ahli lain (lihat Garrels & Christ, 1965). Penelitian aspek-aspek geokimia sedimen banyak menambah pengertian kita tentang endapan sedimen. Buku-buku yang membahas tentang topik-topik geokimia sedimen antara lain adalah Geochemistry of Sediments karya Degens (1965) dan Principles of Chemical Sedimentology karya Berner (1971).
Gambaran tiga dimensional untuk mempelajari sedimen resen mendorong orang untuk meninjau lebih jauh geometri dan penampang vertikal sedimen, baik sedimen resen maupun sedimen purba.
Bentuk dan dimensi endapan pasir merupakan salah satu hal yang banyak menarik perhatian para ahli dan telah dijadikan tema simposium pada 1960 (Peterson & Osmond, 1961). Demikian pula dengan morfologi terumbu modern dan purba (lihat, misalnya, Reef Issue pada Bullentin AAPG vol. 34, no. 2).
Kecenderungan untuk mempelajari struktur sedimen mendorong para ahli untuk memahami cara pembentukannya. Karena banyak diantara struktur sedimen itu terbentuk oleh arus, maka studi hidrodinamika proses pembentukan sedimen dan struktur sedimen kemudian mendapat perhatian khusus.
Hal inilah yang mendorong terbitnya Primary Sedimentary Structures and Their Hydrodynamic Interpretation (disunting oleh Middleton, 1965) serta sejumlah makalah penting yang disusun oleh Allen (1969, 1970, 1971) dan beberapa ahli lain.
Ketertarikan pada geometri, urut-urutan vertikal, dan struktur sedimen menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam penelitian sedimen, yakni penekanan kembali pentingnya studi mineralogi dan tekstur sedimen serta pengembangan studi struktur sedimen, geometri, dan urut-urutan vertikal. Penelitian sedimen yang dipandang sebagai bentuk fusi dari stratigrafi dan petrologi sedimen ini disebut sedimentologi (Doeglas, 1951).
Lahirnya sedimentologi telah menyebabkan bertambah luasnya ruang lingkup studi sedimen: dari hanya sekedar studi lingkungan pengendapan menjadi studi cekungan.
Sejarah Sedimentologi Tahapan perkembangan Sedimentologi :

1.Tahap studi endapan sedimen sebagai satuan stratigrafi
2.Pengumpulan data batuan sedimen dan formulasi tafsiran-tafsiran tentatif
3.Lahirnya petrografi sedimen sebagai disiplin ilmu baru dengan penekanan pada studi sayatan tipis sedimen purba dan analisis laboratorium mengenai tekstur dan mineralogi sedimen lepas.
4.Studi tiga dimensi sedimen serta analisis lingkungan berdasarkan geometri, penampang vertikal dan struktur sedimen. Perkembangan ini meliputi studi lapangan dan laboratorium sehingga lebih tepat disebut sedimentologi.

APLIKASI SEDIMENTOLOGI
Sebagai ilmu pengetahuan sedimentologi sangat erat berhubungan dengan tiga ilmu dasar: biologi, fisika mupun kimia. Biologi, yang mempelajari binatang dan tetumbuhan, dapat mempelajari sisa kehidupan masa silam yang sudah menjadi fosil. Ilmu ini dikenal dengan namapaleontologi. Paleontologi sangat bermanfaat dalam studi stratigrafi, terutama dalam penentuan umur runtunan batuan berdasarkan kandungan fosilnya (biostratigrafi) dan kaitannya dengan litostratigrafi. Hal ini sangat berguna bagi analisa struktur dan sedimentologi regional. Selain itu paleontologi juga melukan studi lingkungan purba dimana fosil itu hidup dan berhubungan dengan kehidupan lainnya. Studi lingkungan kehidupan fosil secara mendalam akan dapat membantu mengetahui cuaca, musim, bahkan kecepatan arus dan pengendapan batuan yang menyertai fosil tersebut.
Sedimentologi telah memberikan kontribusi ke berbagai bidang, baik dalam pemanfaatan kekayaan alam maupun perekayasaan lingkungan. Banyak ahli sedimentologi datang dari usaha minyak bumi dan sedikit dari usaha tambang lainnya.
Pada pekerjaan teknik sipil yang berhubungan dengan aliran air misalnya pelabuhan, penahan erosi pantai, dan jaringan pipa di dasar laut, (Tabel 1.1) sangat membutuhkan studi rinci tentang keadaan lokasi dimana bangunan itu akan ditempatkan. Studi ini meliputi angin, arus gelombang, pasang surut dan sedimentasi serta sifat fisik batuannya.

Tabel 1.1: Aplikasi sedimentologi (Selley, 1988)


APLIKASI
BIDANG TERKAIT
Konstruksi di laut
Jaringan pipa
Oseanografi
I.Lingkungan
Penahan erosi pantai
Dermaga dan pelabuahan
Penggalian dan terowongan
Indentifikasi lokasi
pembuangan limbah nuklir
Fondasi jalan raya
Geologi teknik
Landasan pacu pesawat terbang
Pasir, kerikil dan campuran
Penggalian
II. Penggalian
Pengambilan
Seluruh Batuan
Lempung
Batugamping
Geologi tambang
Batubara
Bijih sediment
B. Pengambilan
cairan dalam
pori-pori
Air
Hidrologi
Minyak bumi
Geologi minyak bumi
Gas
NILAI EKONOMIS DARI SEDIMEN
        “Menurut data statistik yang ada saat ini, sekitar 85–90% produk mineral tahunan berasal dari mineral sedimenter dan endapan bijih…” (Goldschmidt, 1937). Kenyataan itu sudah cukup menjadi alasan untuk mempelajari sedimentologi.
Sedimen memiliki nilai ekonomis karena beberapa hal :
 Merupakan wadah tempat dimana bahan bakar fosil (migas) serta air terkandung.
 Merupakan material bahan bakar, misalnya batubara dan serpih minyak (oil shale).
 Merupakan material baku industri keramik, semen portland, serta bahan bangunan.
 Material tempat dimana mineral logam dan non-logam terakumulasi.

    Nilai Ekonomis Dari Sedimen sangat penting artinya dalam dunia rekayasa dan geomorfologi, terutama untuk memahami dan mengantisipasi fenomena erosi pantai, pembuatan pelabuhan, manajemen dataran banjir, dan erosi tanah. Jadi, tidak salah bila dikatakan bahwa untuk menjadi ahli geologi-ekonomi, seseorang pertama-tama harus menjadi ahli sedimentologi.
Partikel Sedimen :
 Jenis Partikel Sedimen 
 Bentuk Partikel Sedimen; Sphericity dan Roundness 
 Tekstur permukaan sediment permukaan 
 Ukuran dan Sebaran partikel sedimen  Bahan penyusun partikel sedimen


2. PENGERTIAN STRATIGRAFI 
merupakan cabang Geologi yang membahas tentan pemerian, pengurutan, pengelompokan, dan klasifikasi tubuh batuan serta korelasinya satu terhadap lainnya.
Dari hasil perbandingan atau korelasi antarlapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi).
stratigrafi : 
                   Strata = Perlapisan, sedimen
                   Grafi   = Pemerin / Uraian
Dalam arti sempit Stratigrafi adalah ilmu yang membahas tentang uraian / pemerian perlapisan batuan. Sedangkan -
Arti luasnya adalah aturan, hubungan dan kejadian macam-macam batuan dialam, dalam dimensi ruang dan waktu geologi.



Tujuan dari Stratigrafi yaitu :
     1. Memberikan pengertian tentang
Konsep-Konsep / Prinsip Dasar Stratigrafi
Unsur-Unsur Stratigrafi
Arti Dan Makna Kolom Stratigrafi
Hubungan Strata
Spesies Sedimenter
Lingkungan Pengendapan
      2. Memberikian pengertian tentang penggamaan konsep-konsep dasar Stratigrafi untuk analisis Stratigrafi.

1).
A. Konsep-Konsep / Prinsip Dasar Stratigrafi
     Dalam pembelajaran stratigrafi permulaannya adalah pada prinsip-prinsip dasar yang sangat penting aplikasinya sekarang ini.Sebagai dasar dari studi ini Nicolas Steno membuat empat prinsip tentang konsep dasar perlapisan yamg sekarang dikenal dengan “Steno’s Law”.
Empat prinsip steno tersebut adalah :
1.The Principles of Superpositin (Prinsip Superposisi)
        Dalam suatu uruan perlapisan, lapisan yang lebih muda adalah lapisan yang berada diatas lapisan yang lebih tua. “pada waktu suatu lapisan terbentuk (saat terjadinya pengendapan), semua massa yang berada diatasnya adalah fluida, maka pada saat suatu lapisan yang lebih dulu terbentuk, tidak ada keterdapatan lapisan diatasnya.” Steno, 1669


2.Principle of Initial Horizontality
   Jika lapisan terendapkan secara horizintal dan kemudian  terdeformasi menjadi beragam posisi.”Lapisan baik yang berposisi tegak lurus maupun miring terhadap horizon, pada awalnya paralel terhadap horizon“. Steno, 1669


3.lateral Continuity
     Dimana suatu  lapisan dapat diasumsikan terendapkan secara lateral dan berkelanjutan jauh sebelum akhirnya terbentuk sekarang. “Material yang membentuk suatu perlapisan terbentuk secara menerus pada permukaan bumi walaupun beberapa material yang padat langsung berhenti pada saat mengalami transportasi.” Steno, 1669



4.Principle of Cross Cutting Relationship
      Suatu struktur geologi seperti sesar atau tubuh intruksi yang memotong perlapisan selalu berumur lebih muda dari batuan yang diterobosnya. “Jika suatu tubuh atau diskontinuitas memotong perlapisan, tubuh tersebut pasti terbentuk setelah perlapisan tersebut terbentuk.” Steno, 1669



William Smith (1769-1839) seorang peneliti dari inggris. Smith adalah seorang insinyur yang bekerja disebuah bendungan, ia mengemukakan teori biostratigrafi dan korelasi stratigrafi. Smith mengungkapkan dengan menganalisa keterdapatan fosil dalam suatu batuan, maka suatu lapisan yang satu dapat dikorelasikan dengan lapisan yang lain, yang merupakan satu perlapisan. Dengan korelasi stratigrafi maka dapat mengetahui sejarah geologinya pula.

Dalam studi hubungan fosil antar perlapisan batuan, ia pun menyimpulkan suatu hukum yaitu “Law of Faunal Succession“, pernyataan umum yang menerangkan bahwa fosil suatu organisme terdapat dalam data rekaman stratigrafi dan dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejarah geologi yang pernah dilaluinya. Jasanya sebagai pencetus biostratigrafi membuat ia dikenal dengan sebutan “Bapak Stratigrafi”.

Ahli stratigrafi lainn seperti D’Orbigny dan Albert Oppel juga berperan besar dalam perkembangan ilmu stratigrafi. D’Orbigny mengemukakan suatu perlapisan secara sistematis mengikuti yang lainnyayang memiliki karakteristik fosil yang sama. Sedangkan Oppel berjasa dalam mencetuskan konsep “Biozone”.Biozone adalah satu unit skala kecil yang mengandung semua lapisan yang diendapkan selama eksistensi/keberadaan fosil organisme tertentu.Kedua orang nilah yang juga mencetuskan pembuatan standar kolom stratigrafi.


B. Unsur-Unsur Stratigrafi 
Didalam penyelidikan stritigrafi ada dua unsur penting pembentuk stratigrafi yang perlu di ketahui, yaitu:
1. Unsur batuan
           Suatu hal yang penting didalam unsur batuan adalah pengenalan dan pemerian litologi. Seperti diketahui bahwa volume bumi diisi oleh batuan sedimen 5% dan batuan non-sedimen 95%. Tetapi dalam penyebaran batuan, batuan sedimen mencapai 75% dan batuan non-sedimen 25%. Unsur batuan terpenting pembentuk stratigrafi yaitu sedimen dimana sifat batuan sedimen yang berlapis-lapis memberi arti kronologis dari lapisan yang ada tentang urut-urutan perlapisan ditinjau dari kejadian dan waktu pengendapannya maupun umur setiap lapisan.
Dengan adanya ciri batuan yang menyusun lapisan batuan sedimen, maka dapat dipermudah pemeriannya, pengaturannya, hubungan lapisan batuan yang satu dengan yang lainnya, yang dibatasi oleh penyebaran ciri satuan stratigrafi yang saling berhimpit, bahkan dapat berpotongan dengan yang lainnya.

2. Unsur perlapisan
     Unsur perlapisan merupakan sifat utama dari batuan sedimen yang memperlihatkan bidang-bidang sejajar yang diakibatkan oleh proses-proses sedimetasi. Mengingat bahwa perlapisan batuan sedimen dibentuk oleh suatu proses pengendapan pada suatu lingkungan pengendapan tertentu, maka Weimer berpendapat bahwa prinsip penyebaran batuan sedimen tergantung pada proses pertumbuhaan lateral yang didasarkan pada kenyataan, yaitu bahwa: 
• Akumulasi batuan pada umumnya searah dengan aliran media transport, sehingga kemiringan endapan mengakibatkan terjadinya perlapisan selang tindih (overlap) yang dibentuk karena tidak seragamnya massa yang diendapkannya.
• Endapan di atas suatu sedimen pada umumnya cenderung membentuk sudut terhadap lapisan sedimentasi di bawahnya.


C. Arti Dan Makna Kolom Stratigrafi
      Kolom stratigrafi pada hakekatnya adalah kolom yang menggambarkan susunan berbagai jenis batuan serta hubungan antar batuan atau satuan batuan mulai dari yang tertua hingga termuda menurut umur geologi, ketebalan setiap satuan batuan, serta genesa pembentukan batuannya. Pada umumnya banyak cara untuk menyajikan suatu kolom stratigrafi, namun demikian ada suatu standar umum yang menjadi acuan bagi kalangan ahli geologi didalam menyajikan kolom stratigrafi. Penampang kolom stratigrafi biasanya tersusun dari kolom-kolom dengan atribut-atribut sebagai berikut: Umur, Formasi, Satuan Batuan, Ketebalan, Besar-Butir, Simbol Litologi, Deskripsi/Pemerian, Fosil Dianostik, dan Linkungan Pengendapan. 
Kolom stratigrafi yang diperoleh dari jalur yang diukur siap dijadikan dasar untuk :
1. Penentuan batas secara tepat dari satuan-satuan stratigrafi formal maupun informal, yang dalam peta dasar yang dipakai terpetakan atau tidak, sehingga akan meningkatkan ketepatan dari pemetaan geologi yang dilakukan di tempat dimana dilakukan pengukuran tadi.
2. Penafsiran lingkungan pengendapan satuan-satuan yang ada di kolom tersebut serta sejarah geologi sepanjang waktu pembentukan kolom tersebut.
3. Sarana korelasi dengan kolom-kolom yang diukur di jalur yang lain.
4. Pembuatan penampang atau profil stratigrafi (stratigraphic section) untuk wilayah tersebut.
5. Evaluasi lateral (spatial = ruang) dan vertical (temporal = waktu) dari seluruh satuan yang ada ataupun sebagian dari satuan yang terpilih, misalnya saja :
  a. lapisan batupasir yang potensial sebagai reservoir.
  b. lapisan batubara.
  c. lapisan yang kaya akan fosil tertentu.
  d. Lapisan bentonit dan lain-lain.
Ada dua metoda yang biasa dilakukan dalam usaha pengukuran jalur stratigrafi. Metoda    tersebut adalah :
    • Metoda rentang tali.
    • Metoda tongkat Jacob (Jacob’s staff method). 
Metoda rentang tali atau yang dikenal juga sebagai metoda Brunton and tape (Compton, 1985; Fritz & Moore, 1988) 
“dilakukan dengan dasar perentangan tali atau meteran panjang. Semua jarak dan ketebalan diperoleh berdasar rentangan terbut. Pengukuran dengan metoda ini akan langsung menghasilkan ketebalan sesungguhnya hanya apabila dipenuhi syarat sebagai berikut”:
   • Arah rentangan tali tegak lurus pada jalur perlapisan. 
   • Arah kelerengan dari tebing atau rentangan tali tegak lurus pada arah kemiringan.
Diantara 2 ujung rentangan tali tidak ada perubahan jurus maupun kemiringan 

    Tabel 8.1 adalah kolom stratigrafi daerah Karawang Selatan, Jawa Barat yang tersusun dari kiri ke kanan sebagai berikut: umur, formasi, satuan batuan, simbol litologi, deskripsi batuan, dan lingkungan pengendapan.




D. Kondasi Dan Waktu Geologi
Terdapat dua penjelasan yang berbeda tentang stratigrafi, antara lain :
Waktu geologi, dimana meliputi jutaan tahun yang lampau sejak keterbentukan bumi.
Bukti material batuan, mineral dan fosil, untuk kejadian-kejaidan dalam sejarah bumi.
Kejadian-kejadian tersebut digambarkan dalam terminologi waktu dan penentuan waktu yang berjalan pada setiap material geologi, sehingga kedua penjelasan diatas saling berhubungan. Namun dari pandangan keilmuan yang objektif kedua konsep tersebut tetap terpisah dan sangat penting keberadaannya.
Waktu Geologi
Alur waktu sejak terbentuknya bumi terbagi menjadi satuan-satuan geokronologi, yang merupakan pembagian waktu dalam taun atau dalam penamaan tertentu yang mempresentasikan waktu tertentu.
Hirarki dari waktu geologi telah diterapkan, berikut dari periode terpanjang sampai terpendek :
Eon, merupakan periode waktu terpanjang, terbagi menjadi 3 eon, yakni arkeozoikum, proterozoikum, dan fanerozoikum.
Era, eon terbagi lagi menjadi beberapa era, fanerozoikum terbagi menjadi paleozoikum, mesozoikum, dan kenozoikum.
Period, merupakan bagian dari era, contohnya mesozoikum terbagi menjadi triastik, jura, dan kapur.
Epoch, pembagian selanjutnya dari periode, contohnya yaitu awal kapur, perengahan kapur, dan akhir kapur.
Age, merupakan pembagian akhir yang hanya terdiri dari rentang beberapa juta tahun.
Material Satuan Stratigrafi
Kontras dengan waktu geologi, satuan stratigrafi didasarkan pada kesatuan materialnya. Ada dua tipe dasar material stratigrafi yang dapat dikenali, antara lain :
(1) lithostratigraphy
Melengkapi pembahasan tentang litostratigrafi sebelumnya, bahwa satuan litostratigrafi dapat didefinisikan sebagai suatu tubuh batuan yang dapat dibedakan berdasarkan karakteristik litologi dan posisi stratigrafi relatif terhadap tubuh batuan lainnya.
(2) Chronostratigraphy
Merupakan suatu tubuh batuan yang batas atas dan bawahnya memiliki permukaan yang isokron (memiliki kesamaan waktu). Suatu permukaan yang isokron terbentuk pada waktu yang sama dimanapun.
Satuan kronostratigrafi dibedakan dengan menentukan umur-umur dari batuan-batuan yang ada baik langsung melalui perhitungan isotop atau dengan kalibrasi informasi biostratigrafi. Satuan kronostratigrafi merupakan kesatuan fisik bSukanlah konsep abstrak, yang memiliki persamaan langsung dengan satuan waktu geologi.

E. Hubungan Strata
    Hubungan Stratum adalah suatu layer batuan yang dibedakan dari strata lain yang terletak di atas atau dibawahnya. William Smith, “Bapak stratigrafi”, adalah orang yang pertama-tama menyadari kebenaan fosil yang terkandung dalam sedimen. Sejak masa Smith, stratigrafi terutama membahas tentang penggolongan strata berdasarkan fosil yang ada didalamnya. Penekanan penelitian stratigrafi waktu itu diletakkan pada konsep waktu sehingga pemelajaran litologi pada waktu itu dipandang hanya sebagai ilmu pelengkap dalam rangka mencapai suatu tujuan yang dipandang lebih penting, yakni untuk menggolongan dan menentukan umur batuan.
Pada tahun-tahun berikutnya, pemelajaran minyakbumi secara khusus telah memberikan konsep yang sedikit berbeda terhadap istilah stratigrafi. Konsep yang baru itu tidak hanya menekankan masalah penggolongan dan umur, namun juga litologi. Berikut akan disajikan beberapa contoh yang menggambarkan konsep-konsep tersebut di atas.
     Moore (1941, h. 179) menyatakan bahwa “stratigrafi adalah cabang ilmu geologi yang membahas tentang definisi dan pemerian kelompok-kelompok batuan, terutama batuan sedimen, serta penafsiran kebenaannya dalam sejarah geologi.” Menurut Schindewolf (1954, h. 24), stratigrafi bukan “Schichtbeschreibung”, melainkan sebuah cabang geologi sejarah yang membahas tentang susunan batuan menurut umurnya serta tentang skala waktu dari berbagai peristiwa geologi (Schindewolf, 1960, h. 8). Teichert (1958, h. 99) menyajikan sebuah ungkapan yang lebih kurang sama dalam mendefinisikan stratigrafi sebagai “cabang ilmu geologi yang membahas tentang strata batuan untuk menetapkan urut-urutan kronologinya serta penyebaran geografisnya.” Sebagian besar ahli stratigrafi Perancis juga tidak terlalu menekankan komposisi batuan sebagai sebuah domain dari stratigrafi (Sigal, 1961, h. 3).
   Definisi istilah stratigrafi telah dibahas pada pertemuan International Geological Congress di Copenhagen pada 1960. Salah satu kelompok, yang sebagian besar merupakan ahli-ahli geologi perminyakan, tidak menyetujui adanya pembatasan pengertian dan tujuan stratigrafi seperti yang telah dicontohkan di atas. Bagi para ahli geologi itu, “stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari strata dan berbagai hubungan strata (bukan hanya hubungan umur) serta tujuannya adalah bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan mengenai sejarah geologi yang terkandung didalamnya, melainkan juga untuk memperoleh jenis-jenis pengetahuan lain, termasuk didalamnya pengetahuan mengenai nilai ekonomisnya” (International Subcommission on Stratigraphy and Terminology, 1961, h. 9). Konsep stratigrafi yang luas itu dipertahankan oleh subkomisi tersebut yang, sewaktu memberikan komentar terhadap berbagai definisi stratigrafi yang ada saat itu, menyatakan bahwa stratigrafi mencakup asal-usul, komposisi, umur, sejarah, hubungannya dengan evolusi organik, dan fenomena strata batuan lainnya (International Subcommission on Stratigraphy and Terminology, 1961, h. 18).
   Karena berbagai metoda petrologi, fisika, dan kimia makin lama makin banyak digunakan untuk mempelajari strata dan makin lama makin menjadi bagian integral dari penelitian stratigrafi, maka kelihatannya cukup beralasan bagi kita untuk mengadopsi konsep stratigrafi yang luas sebagaimana yang diyakini oleh subkomisi tersebut.

F. Fasies Sedimenter
Pengertian Fasies
Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di bawah, atas dan di sekelilingnya.
Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James, 1992).
Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa faises sedimen, yang merangkum hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :
1. Geometri :
a     (regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan chanel)
b     (intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)
2. Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus) dikombinasi dengan log sumur (GR dan SP)
3. Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core
4. Struktur sedimen : dari core

Model Fasies (Facies Model)
Model fasies adalah miniatur umum dari sedimen yang spesifik. Model fasies adalah suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang khusus ( Walker , 1992).Model fasies dapat diiterpretasikan sebagai urutan ideal dari fasies dengan diagram blok atau grafik dan kesamaan. Ringkasan model ini menunjukkan sebagaio ukuran yang bertujuan untuk membandingkan framework dan sebagai penunjuk observasi masa depan. model fasies memberikan prediksi dari situasi geologi yang baru dan bentuk dasar dari interpretasi lingkungan. pada kondisi akhir hidrodinamik. Model fasies merupakan suatu cara untuk menyederhanakan, menyajikan, mengelompokkan, dan menginterpretasikan data yang diperoleh secara acak.

Ada bermacam-macam tipe fasies model, diantaranya adalah :
a) Model Geometrik berupa peta topografi, cross section, diagram blok tiga dimensi, dan bentuk lain ilustrasi grafik dasar pengendapan framework
b) Model Geometrik empat dimensi adalah perubahan portray dalam erosi dan deposisi oleh waktu .
c) Model statistik digunakan oleh pekerja teknik, seperti regresi linear multiple, analisis trend permukaaan dan analisis faktor. Statistika model berfungsi untuk mengetahui beberapa parameter lingkungan pengendapan atau memprediksi respon dari suatu elemen dengan elemen lain dalam sebuah proses-respon model.

Facies Sequence
Suatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang secara geneik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen ditentikan oleh sifat fisik lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh eustacy serta bukan ketebalan atau lamanya pengendapan dan tidak dari interpretasi global atau asalnya regional (sea level change). Sekuen analog dengan lithostratigrafy, hanya ada perbedaan sudut pandang. Sekuen berdasarkan genetically unit.
Ciri-ciri sequence boundary :
1.      membatasi lapisan dari atas dan bawahnya.
2.      terbentuk secara relatif sangat cepat (<10.000 tahun).
3.      mempunyai suatu nilai dalam chronostratigrafi.
4.      selaras yang berurutan dalam chronostratigrafi.
5.      batas sekuen dapat ditentukan dengan ciri coarsening up ward.

Asosiasi Fasies
Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu lapisan atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi, geometri dan sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya. Suatu mekanisme yang bekerja serentak pada saat yang sama. Asosiasi fasies didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau lebih fasies yang membentuk suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi. Asosiasi fasies ini mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses dimana fasies-fasies itu terbentuk.
Sekelompok asosiasi fasies endapan fasies digunakan untuk mendefinisikan lingkungan sedimen tertentu. Sebagai contoh, semua fasies ditemukan di sebuah fluviatile lingkungan dapat dikelompokkan bersama-sama untuk menentukan fasies fluvial asosiasi.
Pembentukan dibagi menjadi empat fasies asosiasi (FAS), yaitu dari bawah ke atas. Litologi sedimen  ini menggambarkan lingkungan yang didominasi oleh braided stream berenergi tinggi.

a.  Asosiasi fasies 1
Asosiasi fasies terendah di unit didominasi oleh palung lintas-stratifikasi,  tinggi energi braided stream yang membentuk dataran outwash sebuah sistem aluvial.  Trace fosil yang hampir tidak ada, karena energi yang tinggi berarti depositional menggali organisme tidak dapat bertahan. 
b.  Asosiasi fasies 2
Fasies ini mencerminkan lingkungan yang lebih tenang, unit ini kadang-kadang terganggu oleh lensa dari FA1 sedimen.  Bed berada di seluruh tipis, planar dan disortir dengan baik.  Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk tebal 2 meter (7 ft) unit "bedded sandsheets"- lapisan batu pasit yang membentuk lithology dominan fasies ini.
Sudut rendah (<20 °), lintas-bentuk batu pasir berlapis unit hingga 50 cm (19,7 inci) tebal, kadang-kadang mencapai ketebalan sebanyak 2 meter (7 kaki). Arah arus di sini adalah ke arah selatan timur - hingga lereng - dan memperkuat interpretasi mereka sebagai Aeolian bukit pasir. Sebuah suite lebih lanjut lapisan padat berisi fosil jejak perkumpulan; lapisan lain beruang riak saat ini tanda, yang mungkin terbentuk di sungai yang dangkal, dengan membanjiri cekungan hosting mungkin pencipta jejak fosil. Cyclicity tidak hadir, menunjukkan bahwa, alih-alih acara musiman, kadang-kadang innundation didasarkan pada peristiwa-peristiwa tak terduga seperti badai, air yang berbeda-beda tabel, dan mengubah aliran kursus.
c.  Asosiasi fasies 3
Fasies ini sangat mirip FA1, dengan peningkatan pasokan bahan clastic terwakili dalam rekor sedimen tdk halus, diurutkan buruk, atas-fining (yaitu padi-padian terbesar di bagian bawah unit, menjadi semakin halus ke arah atas), berkerikil palung lintas-unit tempat tidur hingga empat meter tebal. Jejak fosil langka. Sheet-seperti sungai dikepang disimpulkan sebagai kontrol dominan pada sedimentasi di fasies ini.
d.  Asosiasi fasies 4
Asosiasi fasies paling atas muncul untuk mencerminkan sebuah lingkungan di pinggiran laut. Fining-up yang diamati pada 0,5 meter (2 kaki) hingga 2 meter (7 kaki) skala, dengan salib melalui seperai pada unit dasar arus overlain oleh riak. Baik shales batu pasir dan hijau juga ada. Unit atas sangat bioturbated, dengan kelimpahan Skolithos - sebuah fosil biasanya ditemukan di lingkungan laut.

Hubungan Antara Fasies, Proses Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh proses fisika dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu pada waktu itu. Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat mencirikan proses-proses ini. Sebagai contoh, lingkungan fluvial (sungai) termasuk saluran (channel) yang membawa dan mengendapkan material pasiran atau kerikilan di atas bar di dalam channel.

Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati daerah limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk lapis-lapis tipis. Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain. Dalam satu rangkaian batuan sedimen channel dapat diwakili oleh lensa batupasir atau konglomerat yang menunjukkan struktur internal yang terbentuk oleh pengendapan pada bar channel. Setting floodplain akan diwakili oleh lapisan tipis batulumpur dan batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain berupa pembentukan tanah.

Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan, istilah fasies sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang berciri khusus yang mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell 1996). Mendeskripsi fasies suatu sedimen melibatkan dokumentasi semua karakteristik litologi, tekstur, struktur sedimen dan kandungan fosil yang dapat membantu dalam menentukan proses pembentukan. Jika cukup tersedia informasi fasies, suatu interpretasi lingkungan pengendapan dapat dibuat. Lensa batupasir mungkin menunjukkan channel sungai jika endapan floodplain ditemukan berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun, channel yang terisi dengan pasir terdapat juga di dalam setting lain, termasuk delta, lingkungan tidal dan lantai laut dalam. Pengenalan channel yang terbentuk bukanlah dasar yang cukup untuk menentukan lingkungan pengendapan.

Fasies pengendapan batuan sedimen dapat digunakan untuk menentukan kondisi lingkungan ketika sedimen terakumulasi. Lingkungan sedimen telah digambarkan dalam beberapa variasi yaitu :
1.  Tempat pengendapan dan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang menunjukkan sifat khas dari setting pengendapan [Gould, 1972].
2. Kompleks dari kondisi fisika, kimia, dan biologi yang tertimbun [Krumbein dan Sloss, 1963].
3.   Bagian dari permukaan bumi dimana menerangkan kondisi fisika, kimia, dan biologi dari daerah yang berdekatan [Selley, 1978].
4.  Unit spasial pada kondisi fisika, kimia, dan biologi scara eksternal dan mempengaruhi pertumbuhan sedimen secara konstan untuk membentuk pengendapan yang khas [Shepard dan Moore, 1955].Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika, kimia, dan biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik sedimen oleh tekstur khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa disebut sebagai fasies. Istilah fasies sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur, dan karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen merupakan suatu unit batuan yang memperlihatkan suatu pengendapan pada lingkungan.

G. Lingkungan Pengendapan
  Prinsip dari analisa stratigrafi untuk mengetahui lingkungan pengendapan.Lingkungan pengendapan akan berhubungan dengan bahan galian yg bernilai ekonomis, ex : minyak bumi, batu bara, bijih2 logam dsb.
Definisi tentang lingkungan pengendapan :
a. Krumbein & Sless (1963)
Suatu kompleks dari sifat fisik, kimia dan biologis dimana sedimen tersebut diendapkan.
b. Potter (1967)
Suatu tempat yg ditegaskan oleh sejumlah sifat fisik, kimia dan beberapa varietasnya yg akan dibatasi dengan adanya suatu satuan geomorfik dalam ukuran dan bentuk tertentu.
c. Selley (1970)
Suatu bagian di permukaan bumi dimana sifat-sifat fisik, kimia dan biologis berpengaruh terhadap proses pengendapan, dan kondisi ini dapat dibedakan dengan kondisi tempat sekitarnya.
Kesimpulan : Lingkungan pengendapan adalah suatu tempat pengendapan yang dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia dan biologis dimana sedimen tersebut diendapkan.

Berdasarkan konsep Uniformitarisme : “ The Present is The Key to The Past “, selamanya tidak selalu benar, karena lingkungan pengendapan purba berbeda dgn lingkungan pengendapan saat ini :
a. Rekonstruksi endapan purba sering dilakukan dengan interpretasi, sehingga belum tentu dianggap benar.
b. Data-data dari endapan purba hanya bersifat interpretasi secara global, sehingga data-data belum spesifik.
c. Interpretasi lapangan untuk endapan saat ini lebih spesifik dan telah dilakukan secara kontinyu, sehingga data lebih akurat dan up to date.

Analisa endapan saat ini dilakukan berdasarkan analisa genesanya (genetic unit) atau proses pembentukan batuan :
a. Rekonstruksi didasarkan pd sayatan litologi, dgn memperhatikan setiap jengkal perubahan / kelainan litologi.
b. Rekonstruksi didasarkan pengelompokkan strata dengan mempunyai ciri-ciri genesa yg sama.
c. Penyebaran satuan yg sama genesanya ditentukan oleh proses yg terjadi dimana lingkungan sedimen tsb terbentuk.
d. Pengamatan sayatan litologis utk melihat kelainan litologis yg mencerminkan kapan suatu proses atau rangkaian proses tsb mempengaruhi sedimentasi dan kapan rangkaian tersebut berhenti mempengaruhi sedimentasi.
e. Satuan genetik hampir selalu berukuran lebih kecil dibandingkan dengan formasi.

Ciri-Ciri Beberapa Lingkungan Pengendapan :
1. Endapan alluvial ciri-cirinya: 
a. Transportasi berlangsung pada energi yang tinggi atau energi maksimum, bila dibandingkan dengan energi lain, maka sortasinya sangat jelek.
b. Materialnya mempunyai pengendapan yang relatif dekat dengan sumbernya, maka abrasi relatif kecil.
c. Material yang terbentuk mempunyai sortasi jelek maka porositasnya tinggi.
d. Sebagian fragmennya masih mempunyai warna asli.
e. Biasanya ikatan antar butir tidak kuat sehingga sangat porous, maka biasanya kaya kandungan air.
f. Ketebalannya tidak seragam yaitu menebal ke arah bukit, sebab endapan kipas alluvial ini berada di kaki bukit.

2. Endapan sungai yang teranyam (“Braded river”) cirinya:
a. Multi channel, maksudnya banyak dijumpai endapan yang arahnya memanjang sesuai alur sungai purba.
b. Banyak dijumpai adanya perlapisan silang siur (“cross bedded”) dengan komposisi pasir kasar dan sudut inklinasi kecil.
c. Alur-alurnya tida k begitu dalam, jadi endapan yang dihasilkan tidak begitu tebal.
d. Kemiringan cukup besar pada waktu terjadinya.
e. Pengendapan lateral lebih besar.

3. Endapan sungai yang telah bermeander cirinya:
a. “Single channel”, yaitu alurnya biasanya hanya satu.
b. Slope kecil
c. Erosi yang intensif ke arah lateral.
d. Adanya desa-desa yang mempunyai pola tertentu, misalnya melengkung-melengkung (bekas danau tapal kuda atau “ex Bow Lake”).
e. Cross bedding dapat dijumpai dalam skala kecil.

4. Endapan delta, cirinya:
a. Endapan delta umumnya tebal, beberapa ratus sampai beberapa ribu meter.
b. Endapan delta banyak mengandung pasir yang berasal dari darat/terigen.
c. Umumnya mengandung sisipan batu bara, yang terjadi pada “deltaic plain”nya.
d. Secara umum makin ke atas makin mengkasar, terkecuali kalau kemudian diikuti dengan shifting (perpindahan delta).
e. Porositas endaan delta relatif tinggi.
5. Endapan “Delta front”, ciri-cirinya:
a. Pengendapan kadang-kadang sub-aerial kadang sub-aqueous.
b. Variasi litologi, pasir, lanau, lempung dan kandungan organik sehingga dapat terbentuk lignit atau batubara.
c. Biasanya dibagian permukaan telah mengalami erosi.
d. Jika dijumpai kemiringan yg kecil, maka arah kemiringan tsb ke arah laut. 
e. Struktur sedimen yang mungkin dijumpai: 
Silang siur, “current fill”, “graded bedding”, “ripple mark”.
f. Karena pengaruh gelombang sehingga sortasinya tidak baik.
g. Fauna dapat fauna darat dapat laut.

6. Endapan “Fore set” (bagian dari prodelta), ciri-cirinya:
a. Materialnya merupakan campuran material darat dan laut. Secara umum material ini agak kasar jika dibandingkan “delta front”, sebab kedalaman tempat ini 15-20 m dimana pengaruh ombak sangat besar.
b. Material yang diendapkan mempunyai kemiringan yang lebih besar sesuai dengan “initial dip”, jika dibanding dengan “delta front”.
c. Komposisinya: lempung, pasir dan lanau.
d. Kadang-kadang bagian prodelta dijumpai batu gamping yang hal ini disebabkan influx sedimen dari darat yang besar, sehingga menghambat pertumbuhan batu gamping.
e. Bagian ini mungkin sekali dijumpai konversi silika ataupun oksida besi.

7. Endapan “Prodelta clay”, ciri-cirinya:
a. Materialnya merupakan campuran material darat-laut.
b. “Marine clay” lebih banyak dibanding yang asal darat.
c. Sedimen ini mempunyai kemiringan yang sama dengan dasar pengendapannya.
d. Komposisi yang dominan lempung.
e. Fauna lautnya sudah melimpah.

TUJUAN ANALISA STRATIGRAFI DAN PENGGUNAAN MODEL

Dalam analisa stratigrafi hal yang penting adalah dengan menyederhanakan sesuatu yang kompleks menjadi hal yang sederhana maka digunakan model.
Model adalah penyederhanaan ideal dari kelompok sesuatu yang digunakan untuk mencoba mengerti (mempelajari) kondisi maupun proses alam yang kompleks.

Istilah-istilah yang sering digunakan dalam stratigrafi:
1. “Stratum”, yaitu kesatuan dari batuan yang berbeda dengan di atas dan di bawahnya. Stratum satu dengan stratum lain dibatasi dengan bidang perlapisan atau ciri lain yang membedakannya.
2. “Stratotipe” atau perlapisan jenis, yaitu tipe perwujudan alamiah satuan-satuan stratigrafi yang memberikan gambaran ciri umum dan batas-batas satuan stratigrafi.
Stratigrafi Gabungan, ialah satuan stratotipe yang dibentuk oleh kombinasi beberapa sayatan komponen Hipostratotipe, ialah sayatan tambahan (stratotipe sekunder)untuk memperluas keterangan pada stratotipe.
Lokasi tipe, ialah letak geografi semua stratotipe atau tempat mula-mula ditentukannya suatu satuan stratigrafi.
3. “Horizon”, ialah suatu bidang (dalam praktek; lapisan tipis di muka bumi atau di bawahnya) yang menghubungkan titik-titik kesamaan waktu.
4. Korelasi, ialah penghubungan titik-titik yang mempunyai kesamaan waktu.
5. Sebandingan, mempunyai arti yang lebih umum daripada korelasi, yaitu penghubungan antara satuan-satuan stratigrafi tanpa mempertimbangkan kesamaan waktu.
6. “Fasies’, ialah aspek fisika, kimia dan biologi suatu endapan dalam kesamaan waktu. Dua tubuh batuan yang diendapkan pada waktu yang sama dikatakan berbeda fasies, kalau kedua batuan tersebut berbeda ciri fisik, kimia dan biologinya.
7. “Litosome”, adalah masa batuan yang seragam yang dapat dibedakan dengan masa batuan yang lain. Sehingga satuan litostratografi dapat terdiri dari litosome atau beberapa litososme.
8. Satuan morfostratigrafi, yaitu pengelompokan satuan batuan berdasarkan atas bentuk permukaan (morfologi).
9. Arus turbid, yaitu arus yang terjadi akibat adanya suatu sedimen yang longsor secara tiba-tiba dengan kecepatan tinggi.
10. “Flysch”, yaitu suatu urutan endapan yang tebal yang merupakan suatu perulangan dari selang-seling antara pasir dan serpih.

Tujuan analisa stratigrafi

a. Rekonstruksi lingkungan pengendapan purba yang didapatkan dengan harapan lebih teliti.
b. Rekonstruksi paleogeografi yang lebih teliti.
c. Rekonstruksi sejarah geologinya lebih teliti.
d. Rekonstruksi pengendapan yang lebih teliti.
e. Penafsiran dari bagian-bagian sedimen yang prospektif mengandung mineral dan arah penyebarannya.
Misalkan: dijumpai bijih timah, maka bijih ini ditafsirkan terjadi pada tanggal yang braded (teranyam), dari pengertian tentang braded ini maka akan diketahui arah penyebarannya, yaitu mengikuti alur sungai purba.

Langkah-langkah dalam analisa stratigrafi:

a. Mengumpulkan data sebanyak-banyaknya.
b. Membuat kolom litologi selengkap mungkin dari data yang didapat dan diadakan pencatatan.
c. Jika ingin menyusun peta, kelompokkan urutan menjadi satuan-satuan.
d. Interpretasikan proses-proses yang berlangsung selama pembentukkannya.
e. Dari struktur dan tekstur yang dijumpai dan digabungkan dengan data yang ada dapat untuk menentukan lingkungan pengendapan.
f. Dengan mengetahui lingkungan pengendapan purba maka dapat dibatasi pengertian tentang prospek dan tidaknya bahan galian ekonomis atau minyak bumi misalnya, dengan demikian tidak membuang biaya dan tenaga paling tidak dapat mengurangi biaya eksplorasi.

Nama : Yulianto Prabowo
410009012